Sunday, February 24, 2008

Private property

"Private property" atau hak milik pribadi sudah menjadi bahan pembicaraan lama di kalangan filsuf dan politisi, terutama ekonom. Dalam rangka diskusi tentang pasar bebas, pokok tentang hak milik pribadi menjadi bahasan yang utama. Tidak mungkin membicarakan transaksi jual-beli dengan sistem pasar tanpa pengakuan tentang hak milik pribadi. Ketika saya membeli sebidang tanah, misalnya, saya harus mendapat kepastian bahwa tanah yang saya beli itu tidak bisa diambil oleh orang lain. Jaminan ini harus ada.

Hak milik pribadi berarti hak untuk (1) menguasai (control) pemakaian harta milik itu, artinya saya berhak memakai harta itu sesuai dengan kehendak saya. Saya boleh mempercantik gedung itu, tetapi saya juga bisa merusak, bahkan menghancurkannya. Lalu, hak itu juga berarti bahwa (2) saya berhak memperoleh keuntungan dari milik itu. Misalnya, saya boleh menarik uang sewa atas rumah yang saya sewakan kepada orang lain. Dengan hak atas milik itu, saya juga (3) berhak untuk mengalihkan atau menjualnya. Gedung yang saya miliki boleh saya jual kepada pihak lain, dan tidak boleh dihalang-halangi. Terakhir, hak milik itu (4) melarang orang lain ikut memilikinya. Semua yang saya miliki sungguh milik saya, tidak bisa dimiliki juga oleh orang lain.

Ada beberapa macam hak milik: real property (tanah), personal property (barang fisik lainnya), intellectual property (hak atas karya seni, penemuan, dsb.). Negara, seperti telah dikemukakan dalam bahasan tentang "pasar bebas," mempunyai peran penting untuk menjamin hak milik pribadi ini. Dengan kata lain negara membuat hukum yang menjamin hak milik pribadi. Setiap pelanggaran terhadap hukum tersebut, dapat ditindak oleh negara. Di negara-negara yang menganut sistem pasar pasti ada hukum yang mengatur hak milik.

Misalnya, UUD Amerika Serikat dalam amandemen kelima dan amandemen keempat belas memberi jaminan atas hak milik ini. Amandemen kelima menyatakan: "Nor be deprived of life, liberty, or property, without due process of law; nor shall private property be taken for public use, without just compensation." Sementara Amanden Keempatbelas menegaskan: "State shall make or enforce any law which shall abridge the privileges or immunities of citizens of the United States; nor shall any State deprive any person of life, liberty, or property, without due process of law."

Dari mana asal hak milik pribadi? Bagaimana bisa individu memiliki hak milik? Secara garis besar dapat dibedakan dua teori hak milik pribadi, masing-masing dengan implikasinya sendiri. Teori yang pernah populer adalah teori yang didasarkan atas hukum kodrat, yang mengatakan bahwa menurut kodratnya manusia memiliki hak atas barang ciptaan Allah. Tetapi manusia, karena usaha dan kerjanya, mempunyai hak atas hasil kerjanya itu, yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain. “The labour that was mine, removing them out of that common state they were in, hath fixed my property in them,” kata John Locke. Pandangan ini juga dianut oleh Paus Leo XIII dalam Rerum Novarum: "It is surely undeniable that, when a man engages in remunerative labor, the impelling reason and motive of his work is to obtain property, and thereafter to hold it as his very own."

Teori yang kedua mengatakan bahwa hak milik pribadi itu bersifat sosial. Hak milik itu bukan hubungan antara manusia dan benda, tetapi hubungan manusia dan manusia dalam kerangka kepemilikan benda-benda itu. Dengan kata lain, hak milik pribadi itu adalah konvensi sosial. Ini berarti bahwa hak milik pribadi bisa digugat jika hak milik pribadi itu menghalangi orang lain. Pandangan ini tercermin dalam undang-undang yang mengatakan bahwa hak milik pribadi tidak boleh melanggar public property rights, di antaranya tidak boleh menimbulkan ancaman penyakit kepada orang banyak, menimbulkan ancaman bagi keamanan, perdamaian, atau juga kenyamanan (convenience). Bahkan hak milik seseorang yang menimbulkan ketidaknyamanan (nuissance) dapat dipermasalahkan karena melanggar hak milik orang lain.

Penentang hak milik pribadi yang paling jelas datang dari kaum sosialis dan komunis. Bagi mereka hak milik pribadi itu secara inheren tidak sah karena hak milik pribadi memberi keuntungan pada satu kelas saja dan merugikan kelas yang lain. Pada akhirnya, hal ini akan menimbulkan dominasi dari kelas yang memiliki hak milik itu (kaum borjuasi). Maka bagi kaum komunis khususnya hak atas milik pribadi itu harus dihapus.

No comments:

Rafael V. Mariano, chairperson of the Peasant Movement of the Philippines, 2000

Food has long been a political tool in US foreign policy. Twenty-five years ago USDA Secretary Earl Butz told the 1974 World Food Conference in Rome that food was a weapon, calling it 'one of the principal tools in our negotiating kit.' As far back as 1957 US Vice-President Hubert Humphrey told a US audience, "If you are looking for a way to get people to lean on you and to be dependent on you in terms of their cooperation with you, it seems to me that food dependence would be terrific."