Sunday, August 10, 2008

Dunia Dikendalikan Penguasa Modal

Kompas, Jumat, 8 Agustus 2008 | 03:00 WIB

Lonjakan harga komoditas di pasar global yang menyengsarakan jutaan penduduk miskin dunia dan banyak negara berkembang ternyata justru membuat banyak pihak berpesta pora. Di antara mereka, siapa lagi kalau bukan para spekulan, mulai dari hedge funds, fund management, dana pensiun, bank-bank investasi dan lembaga keuangan lain, hingga investor individu.

Sorotan tajam terhadap peran spekulan dalam memicu krisis energi dan krisis pangan global serta krisis finansial di AS sekarang ini ibaratnya hanya mengungkap sebagian sisi gelap rezim kapitalisme, globalisasi, dan liberalisasi perekonomian global.

Ada sekelompok kecil penguasa kapital atau kaum berpunya yang mengendalikan dunia lewat pasar modal, pasar uang, pasar obligasi, pasar komoditas, dan juga lewat pengaruh mereka terhadap otoritas pemerintahan dan pasar finansial.

Para spekulan ini diyakini berperan penting dalam memicu lonjakan harga komoditas, mulai dari minyak mentah, logam dan mineral, pangan, hingga komoditas bahan mentah lainnya. Krisis energi dan komoditas pangan membuat mereka semakin gemuk. Dan dengan dana triliunan dollar AS yang ada dalam genggaman mereka, mereka memiliki potensi destabilisasi yang luar biasa.

Keuntungan besar yang mereka tangguk dari transaksi itu menjadi semacam sinyalemen pembenaran bahwa globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia adalah zero sum game, medan permainan yang hanya melahirkan segelintir pemenang di atas penderitaan banyak pihak lainnya.

Sejak Januari 2008, Bursa Saham Chicago (Chicago Stock Exchange/CHX) mencatat kenaikan aktivitas investasi di sektor komoditas pertanian sebesar 25 persen, dengan keterlibatan hedge funds meningkat tiga kali lipat dalam dua tahun terakhir menjadi 55 miliar dollar AS.

Pelarian dana miliaran dollar AS (beberapa menyebut triliunan dollar AS) yang dikelola lembaga-lembaga tersebut ke sektor perdagangan komoditas terutama dipicu oleh krisis kredit macet sektor perumahan AS (sub-prime mortgage) dan depresiasi nilai tukar dollar AS.

Mereka beralih dari investasi berisiko tinggi di surat berharga ke instrumen yang lebih aman, termasuk emas dan minyak serta komoditas lunak seperti pangan.

Menurut penulis buku The Seeds of Destruction, William Engdahl, sedikitnya 60 persen dari harga minyak mentah sekarang ini berasal dari spekulasi perdagangan berjangka (futures) yang selama ini tak diregulasi oleh para hedge funds, bank, dan lembaga keuangan lain.

Itu dilakukan dengan menggunakan instrumen transaksi berjangka ICE Futures (London) dan NYMEX (New York) dan transaksi Over-The-Counter atau antarbank yang memang tak terkontrol guna menghindari kecurigaan.

Di antara pemain utama pasar spekulasi untuk minyak mentah ini, menurut Engdahl, adalah Goldman Sachs; Morgan Stanley; British Petroleum; bank Perancis, Societe Generale (SG); bank terbesar AS, Bank of America; dan bank Swiss, Mercuria.

Selama ini, BP mengendalikan International Petroleum Exchange (IPE) yang berbasis di London, yang merupakan salah satu bursa transaksi futures dan options untuk energi terbesar di dunia. Di antara pemegang saham utama IPE adalah Goldman Sachs dan Morgan Stanley.

Menurut surat kabar Jerman, Der Spiegel, Morgan Stanley adalah salah satu aktor kelembagaan utama di IPE. Sementara surat kabar Perancis, Le Monde, menyebutkan, SG bersama dengan Bank of America dan Deutsche Bank terlibat dalam menyebarkan rumor-rumor yang dimaksudkan untuk mendorong melonjaknya harga minyak.

Untuk pasar biji-bijian, aktor utama adalah Cargill dan Archer Daniels Midland (ADM). Keduanya menguasai pangsa pasar biji-bijian yang sangat besar. Mereka juga terlibat dalam transaksi spekulatif, baik futures maupun options, di NYMEX dan Chicago Board of Trade (CBOT).

Di AS, Cargill, ADM, dan pesaing mereka, Zen Noh, menguasai 81 persen ekspor maize dan 65 persen ekspor kedelai (Greg Muttitt, Control Freaks, Cargill and ADM, The Ecologist, Maret 2001).

Aktor utama

Aktivitas spekulasi komoditas ini melahirkan banyak orang kaya baru. Tetapi, yang paling gemuk tentu saja kelompok elite keuangan Wall Street dan korporasi besar yang selama ini menguasai pasar komoditas, mengendalikan input atau yang memiliki pengetahuan luas soal kondisi perdagangan.

Etika dan moral tidak lagi menjadi pertimbangan mereka, aktivitas mereka semata digerakkan oleh kerakusan dan keinginan untuk meraup untung sebesar-besarnya. Di antara mereka adalah jaringan ritel besar seperti Wal Mart dan Carrefour yang meraup laba masing-masing 4,1 miliar dollar AS dan 1,87 miliar euro dari penjualan produk pangan.

Perusahaan agribisnis seperti Monsanto juga mencatat lonjakan keuntungan dari 255 juta dollar AS tahun 2005 menjadi 993 juta dollar AS tahun 2007. Laba meningkat dari 1,44 miliar dollar menjadi 2,22 miliar dollar AS. Sementara pendapatan bersih tiga bulan hingga akhir Februari 2008 melonjak menjadi 1,125 miliar dollar AS dibandingkan periode sama tahun sebelumnya (543 juta dollar AS).

Hal sama dialami raksasa agribisnis lain, yakni Cargill, yang pendapatan bersihnya meningkat 86 persen dari 553 juta dollar AS menjadi 1,030 miliar dollar AS pada periode tiga bulan yang sama.

Demikian juga Archer Daniels Midland (ADM). Salah satu perusahaan pengolah kedelai, jagung, dan gandum terbesar dunia ini mencatat kenaikan pendapatan bersih 42 persen dan membukukan laba 517 juta dollar AS hanya dalam tiga bulan pertama 2008, dengan laba operasi dari perdagangan biji-bijian meningkat 16 kali lipat dari 21 juta dollar AS menjadi 341 juta dollar AS.

Mosaic Company, salah satu produsen pupuk terbesar, mencatat peningkatan pendapatan lebih dari 12 kali dari 42,2 juta dollar AS menjadi 520,8 juta dollar AS dalam tiga bulan (hingga akhir bulan Februari 2008) di tengah kelangkaan pupuk dunia. Mosaic Company diuntungkan oleh harga beberapa jenis pupuk yang melonjak tiga kali lipat lebih dalam satu tahun terakhir.

Untuk mencegah spekulasi dalam skala masif yang bisa memicu harga, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (Commodity Futures Trading Commission/CFTC) sebenarnya sudah menetapkan batasan nilai kontrak berjangka untuk setiap spekulan individu.

Namun, dari testimoni Direktur Pengawasan Pasar CFTC Don Heitman di depan Kongres, CFTC sudah membuat pengecualian terhadap para bank investasi di Wall Street, setidaknya sejak awal 1990-an, sehingga hedge funds, dana pensiun, dan investor besar lainnya tetap bisa dengan leluasa masuk dengan cara membuat kontrak swap dengan bank-bank Wall Street untuk menghindari aturan tersebut.

Laporan New York Times, 6 Juni, menyebutkan, investor besar juga mengguyurkan dana miliaran dollar AS untuk mengakuisisi properti fisik, mulai dari lahan pertanian, pupuk, mesin pengangkut biji-bijian, hingga armada pengapalan.(sri hartati samhadi)


sri hartati samhadi

Dapatkan artikel ini di URL:
http://entertainment.kompas.com/read/xml/2008/08/08/01281083/dunia.dikendalikan.penguasa.modal

No comments:

Rafael V. Mariano, chairperson of the Peasant Movement of the Philippines, 2000

Food has long been a political tool in US foreign policy. Twenty-five years ago USDA Secretary Earl Butz told the 1974 World Food Conference in Rome that food was a weapon, calling it 'one of the principal tools in our negotiating kit.' As far back as 1957 US Vice-President Hubert Humphrey told a US audience, "If you are looking for a way to get people to lean on you and to be dependent on you in terms of their cooperation with you, it seems to me that food dependence would be terrific."