Wednesday, August 27, 2008

Ada Intervensi Asing di Penyusunan UU Migas


KOMPAS/SUTTA DHARMASAPUTRA
Pengamat perminyakan, Kurtubi (kanan) dan Wahyudin Yudiana Ardiwinata, mengucapkan sumpah sebagai saksi ahli sebelum menyampaikan keterangan kepada Panitia Angket Dewan Perwakilan Rakyat tentang kenaikan harga bahan bakar minyak. Pengambilan sumpah dilakukan rohaniwan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Abdul Gafur di Gedung Nusantara III DPR, Rabu (27/8).
Kamis, 28 Agustus 2008 | 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Panitia Angket Bahan Bakar Minyak Dewan Perwakilan Rakyat menemukan fakta baru. Saksi ahli yang dihadirkan menduga ada intervensi asing dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas.

Pengamat perminyakan Kurtubi menyampaikan keyakinannya itu pada sidang Panitia Angket yang berlangsung tertutup di Gedung Nusantara II DPR, Rabu (27/8).

Sidang menghadirkan dua saksi ahli. Selain Kurtubi, pengamat perminyakan Wahyudin Yudiana Ardiwinata juga memberi keterangan. Sebelum memberikan keterangan, keduanya disumpah lebih dulu. Sidang dipimpin Ketua Panitia Angket Zulkifli Hasan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).

Keyakinan Kurtubi itu dikuatkan panitia angket dari PAN, Dradjad Wibowo. Seusai mendengarkan pandangan Kurtubi, Dradjad yang juga seorang ekonom menyerahkan sejumlah dokumen yang dimilikinya.

Dokumen yang diserahkan itu adalah Program Reformasi Sektor Energi yang diambil dari situs USAID. Di sana disebutkan bahwa USAID membiayai perbantuan teknis dan pelatihan (technical assistance and training) dalam mengimplementasikan UU Migas, Kelistrikan, dan Energi Geotermal.

Dalam dokumen itu juga tertulis, ”These laws were drafted with USAID assistance (UU ini dirancang dengan bantuan USAID).”

Dana yang dialirkan USAID untuk pembahasan UU Migas dan turunannya, selama kurun waktu 2001-2004, adalah 21,1 juta dollar AS atau sekitar Rp 200 miliar.

Namun, ke mana saja dana itu mengalir, menurut Zulkifli, Panitia Angket belum bisa memastikannya. ”Dana itu dikeluarkan ke mana-mana. Kami belum dapat,” ujarnya kepada pers.

Konseptor harus dipanggil

Seusai sidang, Kurtubi juga menegaskan kembali keyakinannya itu saat ditemui pers. Menurut dia, inefisiensi tata kelola minyak saat ini adalah dampak dari UU Migas No 22/2001. ”Inisiator UU Migas itu dari International Monetary Fund lewat letter of intent. IMF mengharuskan Indonesia mengubah UU Migas-nya. IMF menyodorkan UU Migas. Jadi, pasti ada intervensi asing,” ujarnya.

Atas dasar itu, Kurtubi juga merekomendasikan Panitia Angket segera merombak UU Migas No 22/2001 dan memanggil semua pejabat yang terlibat dalam penyusunan UU itu.

”UU Migas itu konseptornya pasti orang Indonesia juga. Mungkin, beliau-beliau itu masih ada di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pertamina, atau tempat lain,” ungkapnya.

Pejabat yang harus dipanggil itu adalah Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Kepala BP Migas sejak Rachmat Sudibyo sampai sekarang, Direksi Pertamina, serta Tim Konseptor UU Migas dan Tim Penjualan LNG Tangguh.

Mafia perminyakan juga harus diberantas karena mereka ini yang menyebabkan inefisiensi BBM nasional, terutama dalam manajemen impor.

Menurut Zulkifli, saksi ahli juga menyebutkan bahwa pihak yang paling diuntungkan dari adanya UU Migas No 22/2001 ini adalah para trader minyak. (sut)


sut

Dapatkan artikel ini di URL:
http://entertainment.kompas.com/read/xml/2008/08/28/0025442/ada.intervensi.asing.di.penyusunan.uu.migas

No comments:

Rafael V. Mariano, chairperson of the Peasant Movement of the Philippines, 2000

Food has long been a political tool in US foreign policy. Twenty-five years ago USDA Secretary Earl Butz told the 1974 World Food Conference in Rome that food was a weapon, calling it 'one of the principal tools in our negotiating kit.' As far back as 1957 US Vice-President Hubert Humphrey told a US audience, "If you are looking for a way to get people to lean on you and to be dependent on you in terms of their cooperation with you, it seems to me that food dependence would be terrific."