Tuesday, May 5, 2009

Puluhan Aktivis Anti-ADB Protes

Kompas, Selasa, 5 Mei 2009 | 04:44 WIB

Denpasar, Kompas - Puluhan aktivis anti-Bank Pembangunan Asia yang tergabung dalam Asian People’s Movement Against ADB melancarkan protes. Namun, aksi mereka dihadang polisi saat bergerak menuju lokasi sidang tahunan ADB di Nusa Dua, Bali, Senin (4/5).

Mereka akhirnya gagal menggelar aksi demonstrasi yang direncanakan berlangsung saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, membuka sidang tahunan ke-42 ADB di Nusa Dua. Para aktivis terpaksa memindahkan aksi mereka ke Denpasar, belasan kilometer dari Nusa Dua.

Sebagian besar rombongan demonstran itu berangkat dari Denpasar menaiki sepeda dan sebagian lagi menumpang bus. Namun, sesampainya di perempatan jalan By Pass Ngurah Rai Benoa sekitar 10 kilometer dari lokasi sidang ADB, mereka dihadang puluhan polisi. Demonstran yang menggunakan sepeda dipaksa balik arah ke Denpasar.

Pada waktu yang sama, rombongan para aktivis Seafish asal Filipina yang berangkat ke Nusa Dua dengan tiga mobil dihentikan tepat di pintu masuk kawasan Bali Tourism Development and Corporation (BTDC) Nusa Dua. Mereka dilarang masuk ke kompleks itu. Mobil digeledah dan sempat digiring ke Kantor Polsek Kuta Selatan dan diinterogasi sebelum dikawal menuju Denpasar. Mereka yang menggunakan bus juga harus menjalani pemeriksaan di pinggir jalan By Pass Ngurah Rai.

Perwira Humas Poltabes Denpasar Komisaris Ketut Suwetra menyatakan, aksi demonstrasi tidak dapat digelar di kawasan Nusa Dua. Kawasan itu dinyatakan steril dari aksi unjuk rasa selama pertemuan ADB berlangsung 2-5 Mei 2009. Polisi juga telah memasang barikade pengamanan berlapis untuk demonstran di simpang patung Dewa Ruci dan patung Ngurah Rai

”Kami meminta Anda kembali ke Denpasar. Silakan gelar aksi di sana. Kita semua ingin agar Bali aman,” kata Suwetra.

Para aktivis memprotes keras penghadangan dan pelarangan mereka menggelar aksi demo di Nusa Dua. Dengan kecewa, mereka pun kembali ke Denpasar.

Utang menyengsarakan

Perwakilan aktivis, M Iqbal, menyatakan, polisi telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan demokrasi. Karena kebebasan untuk menyampaikan pendapat diatur dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1998.

”Ini juga sekaligus ironis karena apa yang kami perjuangkan juga kepentingan rakyat. Kami tegas menolak ADB karena programnya memberikan utang kepada negara-negara jelas-jelas hanya merugikan dan menyengsarakan masyarakat negara-negara pengutang, termasuk Indonesia,” kata Iqbal.

Ia menyatakan, para aktivis akan tetap nekat mencari cara melanjutkan aksi menentang ADB, termasuk pertemuan tahunan di Nusa Dua itu, hingga pertemuan itu berakhir pada 5 Mei ini. Aksi kemarin ditutup dengan membacakan Deklarasi Bali 2009 di depan Konsulat Jenderal Jepang.

Deklarasi itu terdiri dari empat pokok pikiran. Menuntut penghapusan utang atas proyek-proyek ADB yang tidak sah dan telah memperdalam jeratan utang. Kedua, melawan upaya yang terus dilakukan ADB sebagai penggerak utama privatisasi pangan, benih, air, tanah, energi, kekayaan pesisir dan laut, serta layanan sosial di kawasan Asia.

Ketiga, mengecam dukungan ADB untuk pihak swasta yang telah menguatkan monopoli penguasaan korporasi atas sektor energi, perikanan, pertanian, dan sumber daya air. Keempat, menolak kebijakan ADB yang sengaja mendukung pembiayaan proyek yang terbukti merusak lingkungan dan melahirkan ketidakadilan sosial dan pelanggaran HAM. (BEN/MH/OIN)

Dapatkan artikel ini di URL:
http://entertainment.kompas.com/read/xml/2009/05/05/04444277/puluhan.aktivis.anti-adb.protes

No comments:

Rafael V. Mariano, chairperson of the Peasant Movement of the Philippines, 2000

Food has long been a political tool in US foreign policy. Twenty-five years ago USDA Secretary Earl Butz told the 1974 World Food Conference in Rome that food was a weapon, calling it 'one of the principal tools in our negotiating kit.' As far back as 1957 US Vice-President Hubert Humphrey told a US audience, "If you are looking for a way to get people to lean on you and to be dependent on you in terms of their cooperation with you, it seems to me that food dependence would be terrific."