Friday, October 10, 2008

Tak Akan Menjelma Jadi Krisis

Kompas, Sabtu, 11 Oktober 2008

Jakarta, Kompas - Kejatuhan bursa saham dan nilai tukar rupiah yang terjadi dalam sepekan ini dinilai kecil kemungkinan menjelma menjadi krisis ekonomi berupa ambruknya perbankan dan sektor riil. Untuk meningkatkan kepercayaan pelaku pasar, pemerintah sebaiknya fokus menjaga daya beli masyarakat.

Demikian kesimpulan diskusi panel Kompas yang menghadirkan pengamat ekonomi Faisal Basri, Kepala Ekonom BNI Tony Prasetiantono, pengamat pasar modal dan perbankan Mirza Adityaswara, serta Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Erwin Aksa Mahmud, Jumat (10/10) di Jakarta.

Para panelis menilai tingkat krisis yang dihadapi Indonesia sangat berbeda dengan Amerika Serikat (AS), Eropa, dan negara maju lainnya. Di AS, krisis telah merasuk ke semua sektor, mulai dari pasar modal, perbankan, hingga sektor riil.

Namun, di Indonesia krisis hanya terjadi di pasar modal. Krisis yang terjadi di pasar modal dinilai tidak mudah bertransmisi ke sektor lain mengingat kontribusi pasar modal dalam sistem keuangan Indonesia amat kecil.

Hal senada dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla di tempat terpisah. Menurut Kalla, sebenarnya ekonomi tidak terlalu terpengaruh dengan ambruknya bursa dunia, seperti Wall Street. ”Perbedaannya, kita banyak menggantungkan pada ekonomi domestik. Seperti di AS, pengaruh bursa itu sampai 1,5 kali dari produk domestik bruto mereka. Kalau kita pengaruhnya hanya 20 persen. Jadi, jangan terlalu dirisaukan,” kata Wapres.

Faisal Basri mengingatkan, penyesuaian yang terjadi di pasar modal dan nilai tukar domestik merupakan hal wajar karena seluruh dunia terkena imbas krisis keuangan AS.

Penurunan ekonomi AS dan Eropa juga tak perlu dikhawatirkan mengingat peran mereka dalam perdagangan dunia makin menyusut. Sebagai gantinya, kini muncul kekuatan ekonomi baru, seperti China, India, dan Rusia.

Tony Prasetiantono menjelaskan, krisis keuangan global yang terjadi saat ini merupakan koreksi atas kesenjangan (gap) yang terjadi antara pertumbuhan sektor riil dan sektor finansial.

Koreksi berupa penurunan harga-harga di sektor finansial dan kenaikan harga-harga di sektor riil, seperti harga komoditas.

Mirza Adityaswara menambahkan, untuk meningkatkan kepercayaan diri para pelaku pasar, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus lebih fokus menjaga ketahanan sistem perbankan. Sebab, kehancuran sektor inilah yang sebenarnya dapat memicu krisis ekonomi.

Kondisi perbankan juga sangat menentukan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta dan konsumsi rumah tangga, yang selama ini menopang pertumbuhan ekonomi, amat mengandalkan kredit sebagai sumber pembiayaan.

Erwin Aksa Mahmud mengatakan, yang menjadi prioritas saat ini adalah menjaga daya beli masyarakat tidak turun agar ekonomi tetap tumbuh. Caranya, memberikan insentif kepada sektor riil dan menyetop kenaikan suku bunga.

Batal buka BEI

Jumat kemarin, pemerintah membatalkan rencana pembukaan kembali perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini dilakukan karena otoritas bursa ingin melindungi emiten. Emiten perlu dilindungi dari kemungkinan keterpurukan nilai harga saham akibat sentimen negatif pasar terhadap kondisi keuangan global yang sedang krisis.

”Kami tidak ingin perusahaan Indonesia yang listed (terdaftar di BEI) menghadapi imbas yang tidak perlu, hanya karena masalah sistemik dari krisis keuangan global. Jadi, yang kami cari adalah waktu yang tepat (untuk membuka kembali bursa),” kata Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sri Mulyani Indrawati.

Penyesatan

Sementara itu, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengakui adanya penyesatan informasi atas perdagangan sejumlah saham di BEI. Penyesatan informasi tersebut telah mengakibatkan harga saham sejumlah emiten jatuh di posisi yang cukup rendah.

”Memang ada pihak-pihak yang kami curigai sengaja memberikan informasi yang salah supaya harga saham jatuh, lantas nanti ada yang mau ambil. Saya tak mau bilang siapa karena tidak etis,” kata Ahmad Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, sambil menambahkan, pihak yang menyesatkan informasi di pasar modal itu ada yang berasal dari kalangan investor dan ada dari perusahaan sekuritas atau broker.

Menurut dia, Bapepam-LK akan memeriksa investor dan broker yang diduga telah melanggar peraturan pasar modal itu setelah situasi mereda.(FAJ/REI/HAR/OIN)

faj;rei;har;oin

Dapatkan artikel ini di URL:
http://entertainment.kompas.com/read/xml/2008/10/11/02163377/tak.akan.menjelma.jadi.krisis

No comments:

Rafael V. Mariano, chairperson of the Peasant Movement of the Philippines, 2000

Food has long been a political tool in US foreign policy. Twenty-five years ago USDA Secretary Earl Butz told the 1974 World Food Conference in Rome that food was a weapon, calling it 'one of the principal tools in our negotiating kit.' As far back as 1957 US Vice-President Hubert Humphrey told a US audience, "If you are looking for a way to get people to lean on you and to be dependent on you in terms of their cooperation with you, it seems to me that food dependence would be terrific."