Tuesday, March 31, 2009

Lawan Newmont, Pemerintah RI Menang

Kompas, Rabu, 1 April 2009 | 09:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Pemerintah berada di atas angin. Kemarin, Majelis Hakim Arbitrase Internasional di Jenewa, Swiss, memenangkan Pemerintah Indonesia dalam sengketa penjualan atau divestasi saham perusahaan tambang PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont).

Arbitrase Internasional mengabulkan satu dari dua gugatan Pemerintah terhadap Newmont yang diajukan Juni 2008. Gugatan yang ditolak majelis hakim adalah permintaan Pemerintah menghentikan kontrak karya Newmont.

Majelis hakim memutuskan, Newmont harus melepas 17 persen sahamnya dalam waktu 180 hari sejak putusan keluar, kemarin (31/3). Persentase itu adalah batas kewajiban Newmont yang belum terlaksana sejak 2006 (3 persen), 2007 (7 persen), dan 2008 (7 persen). Sesuai kontrak dengan pemerintah RI, Newmont harus menjual saham secara bertahap hingga mencapai 51 persen pada 2010.

Newmont harus melepas 17 persen saham itu pada Pemerintah Indonesia atau pihak yang ditunjuk Pemerintah. "Saham itu harus bebas gadai," kata Jaksa Pengacara Negara, Joseph Suwardi Sabda.

Sekadar catatan, saat ini Newmont telah menjaminkan sahamnya untuk meminjam dana dari perbankan. Jika Newmont tidak berhasil melaksanakan putusan ini, Pemerintah berhak mencabut kontrak karya Newmont.

Simon Felix Sembiring, mantan Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, yang kini menjadi Staf Khusus Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), mengaku, saat ini Pemerintah tak hanya dalam posisi menunggu. "Tapi kami juga punya wewenang menagih karena punya kekuatan hukum tetap," katanya.

Setelah putusan arbitrase itu keluar, Newmont juga mempunyai kewajiban membayar biaya yang dikeluarkan Pemerintah untuk proses pengadilan sebesar 1,8 juta dollar AS.

Tapi, perjalanan kasus ini masih akan panjang. Menurut Kantor berita Reuters, Newmont malah sudah menjual 7 persen saham senilai 427 juta dollar AS kepada PT Pukuafu Indah. Perusahaan milik Yusuf Merukh ini adalah mitra lokal yang sudah menguasai 20 persen saham Newmont.(Gentur Putro Jati/Kontan)

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/04/01/09171670/lawan.newmont.pemerintah.ri.menang

No comments:

Rafael V. Mariano, chairperson of the Peasant Movement of the Philippines, 2000

Food has long been a political tool in US foreign policy. Twenty-five years ago USDA Secretary Earl Butz told the 1974 World Food Conference in Rome that food was a weapon, calling it 'one of the principal tools in our negotiating kit.' As far back as 1957 US Vice-President Hubert Humphrey told a US audience, "If you are looking for a way to get people to lean on you and to be dependent on you in terms of their cooperation with you, it seems to me that food dependence would be terrific."